. Latar
Belakang Peristiwa 20 Mei 1998
Peristiwa Mei 1998 yang merupakan suatu gerakan
reformasi di Indonesia ini dilatar belakangi oleh berbagai faktor, baik politik,
sosial, dan ekonomi. Dari faktor politik, dipicu oleh pengangkatan kembali
Soeharto menjadi Presiden RI setelah hasil pemilu 1997 menunjukkan bahwa
Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak kepada Soeharto
makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI kemudian Ia membentuk Kabinet
Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi.
Dari faktor ekonomi, Indonesia merupakan salah satu
Negara yang terkena dampak dari krisis moneter dunia yang berakibat pada
merosotnya nilai rupiah secara drastis. Hal ini diperparah dengan utang luar
negeri Indonesia yang semakin memburuk. Keadaan semakin kacau karena terjadinya
ketidak stabilan harga harga bahan pokok, termasuk minyak. Kenaikan harga minyak
sendiri kemudian berpengaruh pada kenaikan tarif angkutan umum.
Dari faktor sosial, banyak terjadinya konflik-konflik
sosial diberbagai daerah di Indonesia. Selain itu, krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak pada rakyat yang banyak mengalami kelaparan. Hal ini
berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Ini berarti
bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia mendorong hancurnya kredibilitas
pemerintah Orde Baru dimata rakyat.
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi ini
diawali dengan adanya sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J.
Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003.
Presiden Suharto kemudian membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
Kabinet yang sarat akan kolusi dan nepotisme ini kemudian membuat mahasiswa
bergerak. Ditambah dengan terjadinya krisis moneter, maka pada bulan Mei 1998,
para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi
keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako),
penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa
mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat
keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery
Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan
puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa
tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk
menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
Hal ini berlanjut pada tanggal 13-14 Mei 1998, di
Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga
kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko
dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar. Pada tanggal 19
Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
Melihat aksi-aksi tersebut, akhirnya pada tanggal 19
Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi
‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’. Pada tanggal 20 Mei
1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat
untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan
diketuai oleh Presiden Suharto.
Dan puncaknya, pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00
di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di
hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD
1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J.
Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi
Presiden RI oleh Ketua MA.
Dampak yang ditimbulkan dari peristiwa ini tentu saja
adalah turunnya Soeharto dari kursi Presiden. Selain berdampak pada turunnya
Soeharto dari kursi Kepresidenan, peristiwa Mei 1998 ini juga berdampak pada:
a. Banyak yang hilang pekerjaan akibat
tempat-tepat bekerja dirusak ataupun di
bakar.
b. Kerugian materil yang tidak dapat
dihitung lagi.
c. Banyak korban yang menderita fisik
dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan seksual.
Permasalahan ekonomi yang
berkepanjangan sejak Tahun 1997, membuat Indonesia mengalami krisis. Terjadi
PHK di mana-mana, banyaknya pengangguran dan harga BBM dinaikkan membuat
keadaan semakin memburuk. Aksi-aksi mahasiswa yang telah bergulir sejak awal
1998 semakin marak dan menular ke banyak kampus di seluruh Indonesia. Aksi
mahasiswa yang terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan momentumnya pada tanggal 12
Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta.
Peristiwa ini telah merenggut nyawa empat orang mahasiswa Trisakti akibat
tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian.
Kerusuhan Mei 1998 terjadi pada
tanggal13-15. Ketiadaannya aparat membuat kerusuhan Mei 1998 ini mencapai klimaksnya pada 14 Mei 1998.
Perspektif Politik terjadinya Kerusuhan Mei 1998 tidak lepas dari aspek politik
yang terjadi saat itu. Isu rivalitas antara Wiranto dan Prabowo menjadi
pembicaraan kalangan elite khususnya elite tentara sejak awal 1998. Sebagian
pegamat menganalisa bahwa “konflik” yang terjadi antara Wiranto dan Prabowo
sengaja diciptakan Soeharto agar terjadi keseimbangan sehingga tidak ada yang
terlalu dominan.
Kasus yang memukul Prabowo menjelang
Mei 1998 adalah penculikan aktivis mahasiswa. Kasus penculikan tidak dapat
dipisahkan dari situasi keamanan, khususnya di ibukota, pada akhir 1997 dan
Januari 1998. Dengan munculnya kasus penculikan, posisi Wiranto menjadi di atas
angin. Ia berhasil menampilkan diri sebagai figure demokrat dan seolah-olah
berpegang pada hukum. Prabowo mengakui adanya sembilan orang yang ditangkap
anggota Tim Mawar. Semuanya telah dilepaskan dengan selamat dan mereka yang
masih hilang bukanlah tanggung jawabnya. Artinya, memang ada pihak-pihak lain
di luar Prabowo yang ikut menangkap para aktivis. Rivalitas antara Prabowo dan
Wiranto jelas mewarnai politik internal di ABRI menjelang Insiden Trisakti dan
huru-hara Mei 1998.
Kepentingan-kepentingan golongan
saat kerusuhan Mei 1998 dapat kita lihat dari beberapa petinggi negara yang
melakukan suatu tindakan yang menurutnya itu merupakan suatu pengamanan.
Penculikan ini merupakan kerja politik yang kuat untuk mempertahankan kekuasaan
melalui keunggulan monopoli alat-alat kekerasan, dengan kata lain kasus
penculikan merupakan operasi intelejen dari sebuah desain politik untuk
mengamankan kepentingan status quo kekuasaan.
Saat terjadinya kerusuhan pun Pangab
Wiranto pergi ke Malang pada 14 Mei 1998 dengan membawa banyak jenderal
sedangkan saat itu situasi di Jakarta sedang darurat dan tidak ada pengamanan
satupun dari Brimob, pasukan Brimob ditarik dan Kostrad yang diturunkan ke
lapangan untuk pengamanan. Karena saat itu komando masalah keamanan adalah
Mabes ABRI yang membawahi POLRI dan TNI.
Disengaja atau tidak tetapi itu yang
terjadi pada saat huru-hara berlangsung. Hubungan Militer dan Sipil saat itu
berlangsung baik. Tetapi pada saat itu sipil yang dianggap pro demokrasi dan
menginginkan perubahan membuat para petinggi menganggap orang sipil menentang
penguas rezim ORBA. Masa pemerintahan ORBA juga dikenal sebagai pemerintahan
yang militeristik. Dimana dalam setiap mengatasi masalah yang terjadi di
masyarakat, pemerintahan selalu menggunakan militer untuk mengatasi masalah
yang sering kali menggunakan cara yang bersifat represif. Pelanggaran HAM dapat
dilakukan terang-terangan dimanapun oleh alat negara tanpa adanya proses hukum.
Awal 1998 saat pemerintahan Orba
berlangsung terjadi krisis. Krisis yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah
saat itu membuat rakyat melakukan tindakan kejahatan di mana-mana. Aksi
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi dimana-mana. Aksi
dilakukan untuk menuntut mundur Soeharto karena dinilai telah gagal dalam
mengatasi masalah krisis Indonesia. Soeharto memerintahkan militer untuk
menghalang aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan militer
tidak segan-segan melakukan tindakan represif yang berujung pada kematian di
kalangan demonstran. Situasi ini membuat Soeharto mengundurkan diri sebagai
Presiden saat itu.
Sumber: http://sejarahakademika.blogspot.co.id/2013/11/peristiwa-mei-1998-sebagai-tonggak.html